MAKALAH
PENALARAN
Disusun Oleh :
Fajar
Sodhiq Fadhillah
(12112729)
Kelas :
3 KA 36
KATA
PENGANTAR
Sebelumnya
saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya kepada saya. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Terdorong
oleh rasa ingin tahu, kemauan, dan kerja keras, saya kerahkan seluruh upaya
demi mewujudkan keinginan ini.
Semoga
makalah ini dapat memenuhi kewajiban saya dalam tugas Bahasa Indonesia 2 dengan
materi tentang Penalaran yang sangat berguna menambah wawasan dalam pengetahuan
tentang cara berfikir.
Tiada gading yang tak retak. Penulis sadar
bahwa penulisan ini jauh dari kata sempurna, karena penulis masih dalam tahap
pembelajaran dan butuh banyak ilmu pengetahuan lagi untuk menjadi lebih baik.
Penulis mohon saran dan kritik yang konstruktif selalu untuk pengambangan
menuju kesempurnaan.
Hormat Saya
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penalaran
2.2 Penalaran Induktif dan Deduktif
2.2.1
Penalaran Induktif
2.2.2
Penalaran Induktif yang salah
2.2.3 Penalaran Deduktif
2.2.4 Menarik Kesimpulan Secara Langsung
2.2.5 Menarik Kesimpulan Secara Tidak Langsung
2.2.6 Kesalahan Penalaran Deduktif
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk
pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpuan sebagai
pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Dalam pernyataan-pernyataan
itu terdiri dari pengertian-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian
satu dengan yang lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekabutan
arti.
Penalaran merupakan proses penafsiran
data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar
itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta
yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian
ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran.
Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali, kelihatan masuk
akal padahal sebenarnya tidak.
Penalaran sendiri ada 2 macam, yaitu
penalaran induktif dan deduktif. Didalam penalaran induktif sendiri ada 3 macam
penalaran yang akan dibahas yaitu penalaran Generalisasi, Analogi, dan Hubungan
Kasual. Untuk penalaran deduktif yang akan dibahas yaitu
1.2. Permasalahan
·
Apa
itu penalaran?
·
Apa
itu penalaran Induktif dan Deduktif?
·
Apa
itu penalaran yang salah?
1.3. Tujuan Penulisan
·
Mahasiswa
mengerti apa itu penalaran.
·
Mahasiswa
mengerti apa itu penalaran induktif dan deduktif.
·
Mahasiswa
dapat mengerti dengan jelas mengenai penalaran yang salah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN PENALARAN
Saudara, apakah yang Anda bayangkan
ketika mendengar kata penalaran? Ya, penalaran dapat didefinisikan sebagai
suatu proses berpikir untuk menghubunghubungkan data atau fakta sehingga sampai
pada suatu kesimpulan. Penalaran dalam hal ini merupakan proses pemikiran untuk
memperoleh simpulan yang logis berdasarkan bukti (data) yang relevan. Penalaran
merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data
atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar.
Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak
benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan
penalaran. Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali,
kelihatan masuk akal padahal sebenarnya tidak.
Contoh:
Semua
pegawai negeri adalah penerima gaji.
Semua
pegawai swasta adalah penerima gaji.
Jadi,
pegawai negeri adalah pegawai swasta.
Contoh
lain:
1.
Saya terlambat karena tinggal di Bogor.
Kelihatannya
hal ini masuk akal. Akan tetapi kalau hal ini dibenarkan, orang ini
akan
terlambat terus.
2. Jika mau mengerti kenakalan remaja
maka kita harus pernah mengisap narkotika.
3. Hidup ini harus kita nikmati dengan
gembira oleh sebab itu harus banyak kali
kita
ke 'night club' dan Binaria.
Kalimat
2 dan 3 juga kelihatannya masuk akal tetapi penalaran ini sesat, salah nalar. Kesesatan
penalaran atau salah nalar sebagaimana diuraikan di atas disebut kesesatan atau
kesalahan formal. Kata salah nalar yang dikemukakan itu terjadi karena si
penalar tidak mengetahui atau tidak mengerti kesalahan atau kesesatannya, penalaran
itu disebut pralogis. Kalau salah nalar itu dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan
orang lain, maka ini disebut sofisme. Selain kesalahan formal dikenal pula
kesalahan informal. Kesatuan penalaran formal terjadi karena bentuk
penalarannya tidak tepat atau karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesalahan informal disebabkan
oleh kesalahan bahasa. Kesalahan bahasa terjadi karena kata-kata dalam satu
bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Setiap kata dalam kalimat mempunyai
arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan.
Contoh:
1.
Tiap
pagi pasukan mengadakan apel.
Apel
itu buah.
Jadi,
tiap pagi pasukan mengadakan buah.
2.
Sifat
abadi adalah sifat illahi.
Johny
adalah mahasiswa abadi.
Jadi,
Johny adalah mahasiswa yang bersidat abadi.
3.
Mahasiswa
yang duduk di atas meja yang paling depan.
Apa
yang paling depan, mahasiswa atau meja?
2.2
PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
2.2.1 Penalaran Induktif
Penalaran induktif dibedakan dari
penalaran deduktif berdasarkan prosesnya. Penalaran ilmiah merupakan sintesis
antara deduktif dan induktif. Secara formal proses induktif (induksi) adalah
proses penalaran untuk sampai pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat
umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses
induksi ini dibedakan atas: generalisasi, analogi, dan hubungan sebab akibat. Di
dalam penelitian ada yang menggunakan istilah induktif sebagai metode. Metode
penalaran induktif di dalam penelitian pada umumnya dilaksanakan melalui langkah
(1) pengamatan data, (2) wawasan atas struktur data, (3) perumusan hipotesis,
dan (4) pengujian hipotesis. Metode induktif berbeda dari metode deduktif yang
dilaksanakan dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, kemudian mengujinya
dengan data. Kedua metode ini dapat digunakan secara bergantian di dalam bidang
tertentu, bergantung pada cara penalaran yang akan digunakan terlebih dahulu.
a.
Generalisasi
Generalisasi
adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan tertentu untuk memperoleh simpulan yang
bersifat umum. Proses penalaran ini berdasarkan atas pengamatan sejumlah gejala
dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik simpulan terhadap semua atau sebagian
gejala yang sama. Proses ini cenderung dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat golongan tertentu didapatkan dari perampatan ini, seperti pada: orang
Indonesia peramah. Simpulan yang kita tarik dari gejala-gejala tersebut
dianggap sahih jika memenuhi syarat, antara lain: (1) jumlah data cukup
memadai, (2) data harus mewakili keseluruhan, dan (3) pengecualian harus
dipertimbangkan sebagai variabel data.
Syarat
(1) mengacu kepada beberapa jumlah data yang cukup memadai. Sampai saat ini
belum ada jawaban pasti. Sensus cenderung menghasilkan data simpulan induktif
yang sempurna. Gejala yang sama tidak selamanya ada, sehingga terpaksa kita
melakukan perampatan berdasarkan sebagian gejala (data) yang diamati. Jumlah
gejala yang diamati ditentukan dulu sifat-sifatnya secara keseluruhan atau
sebagian yang akan dikenai perampatan (homogeny atau heterogen). Kekurangan jumlah
gejala yang diamati akan menimbulkan kekeliruan perampatan (terlampau luas).
Pernyataan orang Indonesia peramah, atau orang Barat egois,
didasarkan pada pengamatan terhadap satu orang atau lebih yang kebetulan kita
kenal. Dengan demikian generalisasi ini termasuk salah nalar induktif
generalisasi atau perempatan).
Syarat
(2) mengacu kepada apakah data yang diamati mewakili keseluruhan atau sebagian
yang akan dikenai perampatan. Sampel yang akan diamati harus mewakili
populasinya agar dapat memenuhi persyaratan, kita harus memilih sampel yang
tepat. Sampel yang keliru akan menyesatkan simpulan. Syarat (3) pengecualian
harus dipertimbangkan agar jangan terlalu banyak pengecualian. Jika
pengecualian terlalu banyak tidak mungkin terjadi perampatan. Dalam hal ini
hindari penggunaan kata seperti populasinya agar dapat memenuhi persyaratan,
kita harus memilah sampel yang tepat. Sampel yang keliru akan menyesatkan
simpulan. Syarat (3) pengecualian harus dipertimbangkan agar jangan terlalu
banyak. Dalam hal ini hindari penggunaan kata seperti: setiap atau semua.
Gunakanlah ekspresi seperti: cenderung, pada umumnya, rata-rata, dan pada
mayoritas kasus yang diamati.
Contoh:
Perak adalah jenis logam, bila dipanaskan
akan memuai.
Timah adalah jenis logam, bila
dipanaskan akan memuai.
Emas adalah jenis logam, bila dipanaskan
akan memuai.
Alumunium adalah jenis logam, bila
dipanaskan akan memuai.
Besi adalah jenis logam, bila dipanaskan
akan memuai.
Platina adalah jenis logam, bila
dipanaskan akan memuai.
Dari
peristiwa-peristiwa itu dapat diterik kesimpulan, bahwa: semua logam bila dipanaskan
akan memuai.
b.
Analogi
Analogi
adalah proses penalaran yang didasarkan kepada cara membandingkan dua hal yang
memiliki sifat yang sama. Kita dapat membandingkan sesuatu dengan yang lainnya
berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya. Kita dapat membuat
perbandingan dalam rangka mengetahui suatu benda dari benda lainnya.
Perbandingan tersebut hanya menjelaskan berdasarkan persamaan benda itu.
Hasilnya tidak memberikan simpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan
demikian disebut analogi penjelas (deklaratif). Analogi induktif tidak hanya
sekedar mencari persamaan, tetapi analogi induktif menarik simpulan dari
kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain,
yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama. Di dalam analogi induktif
cirri-ciri esensial dari persamaan berhubungan erat dengan simpulan. Sebagai
contoh analogi induktif adalah bentukan kosakata yang diambil dari bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kosakata bahasa Inggris yang berakhir dengan
-ate seperti real estate menjadi realestate adalah analog
dengan chocolate menjadi coklat atau conglomerate menjadi konglomerat.
Simpulan yang ditarik dari analogi induktif tersebut adalah kata asing (bahasa
Inggris) yang berakhir dengan -ate, polanya adalah/ ate/ - /at/.
Simpulan tersebut valid (shahih) karena yang dipakai sebagai dasar simpulan/
ate/ merupakan cirri esensial yang berhubungan erat dengan simpulan / at/.
Perhatikan pula contoh berikut.
[1]
Susan lulusan sekolah A.
[2]
Ia dapat bekerja dengan baik.
[3]
Ahmad lulusan sekolah A.
[4]
Oleh karena itu, Ahmad dapat bekerja dengan baik.
Penalaran
secara analogi antara lain digunakan untuk:
a)
meramalkan kesamaan,
b)
menyingkap kekeliruan,
c)
menyusun klasifikasi (pemilihan).
Analogi
deklaratif dapat juga menjelaskan bahwa manusia makhluk imitasi (peniru).
Pernyataaan tersebut dibuktikan dengan adanya peniruan benda-benda tertentu
dari perilaku binatang. Misalnya pesawat terbang ditiru dari burung, manusia
menggunakan akalnya agar ada alat yang bsia terbang untuk membuat dunia jadi
dekat. Penciptaan robot yang bertingkah laku seperti manusia, dapat mengurangi
tenaga manusia. Robot analog dengan manusia dalam mengerjakan sesuatu.
c.
Hubungan Kausal
Hubungan
kausal adalah proses penalaran yang didasarkan pada gejala yang saling
berhubungan sebab akibat. Menurut prinsip umum, hubungan kausal itu selalu ada
penyebabnya. Penarikan simpulan yang salah terjadi karena proses penarikan
simpulan yang tidak berhubungan. Contohnya orang menghubungkan suatu gejala
alam dengan supernatural, seperti pada saat Gunung Galunggung meletus dianggap
sebagai kutukan atau kemarahan kekuatan gaib.
2.2.2. Penalaran
Induktif yang salah
Penalaran yang salah berupa gagasan,
pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang keliru atau sesat, karena seseorang
tidak mengikuti tata cara berpikir dengan tepat. Ada penalaran yang salah
secara deduktif adalah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah
atau yang berpremis tidak memenuhi syarat (lihat pula bab sebelumnya Penalaran
deduktif yang salah). Lain halnya dengnan penalaran induktif yang salah,
karena: (1) perampatan terlampau luas. Pernyataan seperti orang Indonesia
pemalas, termasuk kesalahan penalaran induktif, karena masih banyak orang
Indonesia yang rajin. (2) bersumber pada hubungan sebab akibat yang salah. Kesalahan
ini sering dijumpai di dalam wacana iklan, seperti pada contoh berikut. Larutan
ini menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir
pecah-pecah.
Kesalahan penalaran terjadi karena
penutur tidak cermat dalam mengungkapkan kesejajaran rincian, dan kesalahan
logika. Perhatikan contoh tersebut, kita bisa menghilangkan jenis penyakit,
tetapi pada rincian kedua terakhir tidak logis, bagaimana larutan itu menghilangkan
hidung tersumbat, demikian juga untuk menghilangkan bibir pecah-pecah.
Siapa yang mau kehilangan hidung tersumbat, atau bibir meskipun pecah-pecah.
Kesalahan penalaran induktif dapat pula
berupa kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif
yang dipakai tidak merupakan ciri esensial simpulan yang ditarik. Kesalahan
perampatan terjadi antara lain karena jangkauan perampatannya terlalu luas.
Perhatikanlah contoh-contoh berikut dengan berbagai kesalahan penalaran
induktif.
1)
Generalisasi
yang terlalu luas, seperti pada:
a)
Orang
Indonesia itu malas bekerja.
b)
Orang
bodoh suka menyuap.
2)
Salah
penilaian terhadap penyebaban, seperti pada:
a)
Orang
itu meninggal dalam tahanan, ia meninggal karena ditahan.
b)
Pemakaian
gelang akar bahar menyembuhkan penyakit encok.
c)
Taufik
Hidayat menjadi juara, karena kita menyertakan doa baginya.
3)
Analogi
yang salah biasanya digunakan untuk mengembangkan paragraf. Contoh analogi yang
salah sebagai berikut. Negara ibarat kapal yang sedang berlayar menuju suatu
tujuan. Jika nakhoda harus memungut suara setiap kali ia ingin menentukan
arahnya, kapal itu sukar mencapai tujuannya. Oleh karena itu, demokrasi dalam tata
negara gagal.
4)
Penyampingan
masalah. Salah nalar ini terjadi jika: (a) argumentasi tidak mengenai pokok
masalah, (b) pokok masalah ditukar dengan pokok lain, dan (c) keluar dari garis
pembicaraan semula. Perhatikanlah contoh berikut.
a)
Jurang
pemisah antara yang kaya dan yang miskin tidak mungkin terjadi karena UUD 1945
menetapkan asas kekeluargaan untuk ekonomi kita.
b)
Humor
Indonesia itu berpangkal pada kedunguan, karena orang Indonesia tidak mengenal
humor.
c)
Perencanaan
keluarga tidak perlu dilakukan, karena Kalimantan masih kosong.
5)
Pembenaran
masalah melalui masalah sampingan, seperti pada contoh:
a)
Orang
diperbolehkan korupsi, karena para pejabat juga melakukannya.
b)
Pegawai
tidak perlu datang pada waktunya, karena atasannya juga sering terlambat.
6)
Argumentasi
ad-homonem. Salah penalaran yang terjadi jika dalam berargumentasi
kita melawan orangnya dan bukan masalahnya. Hal seperti itu banyak digunakan
dalam dunia politik. Contoh:
a)
Usul
perbaikan itu tidak perlu ditanggapi, karena pengusulnya berasal dari golongan
ekstrem.
b)
Kepemimpinannya
diragukan karena ia mempunyai banyak mobil dan rumah mewah.
7)
Imbauan yang didasarkan pada keahlian yang
diragukan, seperti pada:
a)
Menurut
pendapat para bintang film, perkembangan politik dewasa ini cukup mengerikan.
b)
Pembicaraan
mengenai ekonomi kita dewasa ini dapat dilandaskan kepada pendapat Gusdur.
8)
Nonsequiter (simpulan yang ditarik
berdasarkan premis yang tidak atau hampir tidak ada sangkut pautnya). Contoh.
a)
Astra
merupakan pembuat mobil terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, mobil Toyota
yang dihasilkan adalah mobil terbaik.
b)
ICMI
merupakan kelompok yang paling banyak cendikiawannya. Oleh karena itu,
usul-usulnya paling bermutu.
c)
Pak
Ramli sering membentak-bentak. Bayangkan saja bagaimana ia menghukum anaknya di
rumah.
9)
Pemikiran
atau ini, atau itu (melihat masalah yang rumit dari dua sudut
pandang yang bertentangan), seperti pada:
a)
Para
petani harus bersekolah supaya lebih terampil.
b)
Seorang
komunis akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
c)
Kita
harus memilih antara demokrasi atau diktator.
Kesalahan
penalaran ini dapat diamati melalui pernyataan-pernyataan. Kesalahan tersebut
dapat berupa kesalahan struktur, gagasan, atau penalaran, seperti dinyatakan
terdahulu. Kesalahan penalaran dapat berupa kesalahan deduktif atau induktif.
Kesalahan induktif yang sering terjadi karena kesalahan perampatan yang terlalu
luas, analogi yang salah, dan kesalahan penilaian hubungan sebab akibat.
Kesalahan deduktif terjadi karena antara lain terem mayor yang tak dibatasi,
kesalahan terem penengah, dan
kesalahan dua premis yang negatif.
Di dalam
penulisan hasil penelitian sebagai karya ilmiah kita terikat akan konsep yang
akan diungkapkan dalam bentuk kata atau kelompok kata. Memberikan batasan pada
konsep itu sendiri berarti kita menyusun suatu definisi. Definisi ini
bermacammacam, ada definisi nominal (biasa digunakan di dalam kamus
dibatasi dengan sinonimnya atau keterangan tentang suatu kata atau etimologi
kata); formal (definisi logis batasan ilmiah yang kerap kali digunakan
dalam karangan ilmiah digunakan prinsip-prinsip klasifikasi kompleks); operasional
(definisi yang memuat apa yang
harus diukur dan bagaimana
mengukurnya); dan luas (uraian panjang lebar diperlukan jika definisi
berhubungan dengan suatu konsep yang rumit).
2.2.3
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas
prinsip, hukum, atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau
gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut, kita dapat menarik simpulan
tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala. Penalaran
deduktif begerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. Salah satu contoh
adalah tentang sifat mamalia. Sifat mamalia pada umumnya: berdarah panas,
bernafas dengan paru-paru, dan melahirkan anaknya. Ketika untuk pertama kali
ikan pesut (lumba-lumba air tawar dari sungai Mahakam) ditemukan, dari
ciri-ciri fisiknya ditentukan bahwa binatang itu termasuk melahirkan anaknya.
Pengetahuan tentang sifat mamalia pada
umumnya merupakan dasar untuk menarik
simpulan. Pernyataan dasar seperti itu di dalam logika disebut premis (=
pernyataan dasar). Penalaran deduktif menarik simpulan berdasarkan atas premis.
Penarikan simpulannya secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat
itu membedakan penalaran deduktif dari penalaran induktif (simpulannya tidak
tercantum di dalam premis). Sifat tersebut menunjukkan bahwa di dalam penalaran
deduktif suatu simpulan akan sahih jika premisnya benar. Di dalam penalaran
induktif kita tidak dapat menentukan kebenaran atau kesahihan simpulan dengan
cara tersebut. Berdasarkan cara menarik simpulan dengan penalaran deduktif ada
dua macam:
a) Menarik simpulan
secara langsung dari satu premis. Hal tersebut dapat dilakukan melalui:
[1] konversi,
[2] obversi, dan
[3]
kontraposisi;
b) Menarik simpulan
secara tak langsung, dengan cara:
[1]
silogisme;
[2]
entimem.
2.2.4
MENARIK SIMPULAN SECARA LANGSUNG
Di
dalam menarik simpulan secara langsung ada tiga klasifikasi, yaitu konversi,
obverse, dan konrtaposisi.
a. Konversi
Konversi adalah
sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan cara
mempertukarkan
term-term sebuah proposisi, perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem
yang lain, misalnya menempatkan term subjek di tempat term predikat, atau
sebaliknya. Contoh:
Beberapa pejabat
adalah orang-orang jujur (premis)
Kesimpulan :
beberapa orang jujur adalah pejabat.
b. Obversi
Obversi adalah
sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan menyangkal lawan dari suatu proposisi
positif. Dikatakan pula sebagai metode berpikir langsunguntuk mencari kebenaran
baru berdasarkan suatu keputusan yang telah ada. Contoh:
Semua mahasiswa
adalah orang-orang intelek. (premis)
Kesimpulan :
(1) Tak ada
mahasiswa adalah orang-orang yang tak intelek.
(2) Tak ada yang
tak intelek adalah mahasiswa.
c. Kontraposisi
Kontraposisi
adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung yang Berturut -turut
melalui proses obversi, konversi, dan sekali lagi obversi. Dapat dikatakan
sebagaiperbedaan posisi dalam menarik simpulan dari satu premis.
Contoh:
Semua pelaut
adalah orang rajin.
Kesimpulan:
(1) Tak ada
pelaut adalah orang tak rajin. (obverse terhadap premis).
(2) Tak ada
orang tak rajin adalah pelaut (konversi terhadap kesimpulan).
(3) Semua orang
tidak rajin adalah bukan pelaut. (obversi lagi terhadap kesimpulan (2)).
Kesimpulan
kontraposisi:
Semua orang
tidak rajin adalah bukan pelaut.
Contoh lain
1) Premis :
Tidak seorang pun pejabat adalah pencuri
Simpulan :
[1] konversi :
Tidak seorang pun pencuri adalah pejabat.
[2] obversi :
Semua pejabat adalah bukan pencuri
[3]
kontraposisi: Sebagian bukan pencuri adalah pejabat.
Atau
2) Premis :
Sebagian yang bercahaya adalah bintang.
Simpulan :
[1] konversi :
Sebagian bintang (adalah) bercahaya
[2] obverse :
semua yang bercahaya (adalah) bintang.
[3]
kontraposisi: Sebagian bukan bintang adalah bercahaya.
2.2.5
MENARIK SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG
A. Silogisme (Premis/Terem dan Proposisi)
Di dalam penalaran deduktif cara menarik
simpulan dapat secara langsung dan tidak langsung. Menarik simpulan secara
tidak langsung dapat berupa silogisme dan entimen. Silogisme sendiri merupakan
suatu penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang dilakukan dalam
kenyataan kehidupan sehari-hari, kita lebih sering mengikuti polanya saja.
Silogisme terdiri atas tiga kalimat. Kalimat pertama merupakan pernyataan umum
yang disebut premis mayor. Predikat di dalam premis mayor disebut
terem mayor. Kalimat kedua merupakan pernyataan dasar khusus yang disebut premis
minor. Predikat pada premis minor disebut terem penengah. Kalimat ketiga
merupakan simpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan premis
minor.
Subjek pada simpulan merupakan terem
minor. Terem penengah menghubungkan teremminor dan tidak boleh terdapat pada
simpulan. Terem adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi
S(ubjek) atau P(redikat) di dalam kalimat logika. Perhatikanlah contoh.
Saya tidak menyukai tokoh X karena
pandangannya terlalu kolot.
Bentuk
formalnya adalah:
[1]
Saya tidak menyukai semua yang berpandangan terlalu kolot.
[2]
Tokoh X terlalu kolot pandangannya.
[3]
karena itu saya tidak menyukai tokoh X.
Kalimat
[1], [2], dan [3] pada contoh tersebut merupakan proposisi di dalam logika. Proposisi
merupakan kalimat logika yang berisi pernyataan tentang hubungan antara dua
terem. Dari kualitasnya hubungan itu mungkin berisi pembenaran (positif) yaitu
menyatakan adanya hubungan terem-terem, atau bersifat pengingkaran (negatif),
artinya menyatakan tidak adanya hubungan antara terem-terem itu.
B.
Entimem
Silogisme
jarang kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dalam wujud
tulisan. Bentuk yang biasa kita temukan adalah bentuk entimem.
Entimem
ini pada dasarnya adalah silogisme yang salah satu premisnya dihilangkan atau tidak
diucapkan karena telah diketahui bersama. Entimem diketahui pula sebagai silogisme
yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu telah diketahui
secara umum. Silogisme dapat dijadikan entimen, dan entimem dapat dijadikan
silogisme. Perhatikan contoh berikut.
(1) [1] Semua sarjana adalah orang cerdas.
[2]
Roni adalah seorang sarjana.
[3]
Jadi, Roni adalah orang cerdas.
Bandingkan
dengan
(2)
Roni adalah orang cerdas karena ia (adalah) seorang sarjana.
Atau
dari entimen menjadi silogisme, seperti pada contoh berikut.
(1)
Saya telah melahirkan anak ini, karena itu saya berkewajiban merawatnya. menjadi
(2)
[1] Semua perempuan melahirkan anak.
[2]
Saya perempuan.
[3]
Jadi, saya melahirkan anak.
atau
(3)
[1] Semua yang melahirkan anak
berkewajiban merawatnya.
[2]
Saya melahirkan anak.
[3]
Jadi, saya berkewajiban merawatnya.
Perhatikanlah
ada premis yang dihilangkan, yakni premis mayor, karena telah diketahui
bersama. Premis mayor ini tidak diungkapkan, karena telah diketahui bersama,
sehingga entimen terdiri atas dua kalimat, seperti pada contoh di atas, yakni:
(4)
[1] Saya telah melahirkan anak ini.
[2]
(karena itu) saya berkewajiban merawatnya.
Simpulan
ditandai dengan diksi: karena itu pada contoh tersebut. Di dalam simpulan
antara lain digunakan diksi: (oleh) karena itu, dengan demikian, jadi, dan
maka.
2.2.6. KESALAHAN
PENALARAN DEDUKTIF
Di dalam penalaran deduktif simpulan
ditarik berdasarkan pernyataan dasar yang berlaku umum, seperti teori,
hukum/undang-undang, kaidah, peraturan. Silogisme merupakan bentuk penalaran
deduktif formal yang terdiri atas tiga proposisi (premis mayor, minor, dan
simpulan).
Di dalam silogisme hanya ada tiga terem
(mayor, minor, dan penengah). Pemahaman tersebut harus kita pegang agar tidak
terjadi salah nalar. Salah nalar deduksi sebagai akibat dari gagasan, pikiran,
atau simpulan yang keliru. Hal tersebut terjadi karena tidak mengikuti tata
cara berpikir/bernalar dengan tepat.
Deduksi yang salah adalah simpulan yang
salah dalam silogisme yang berpremis salah satu atau yang berpremis salah atau
yang berpremis salah atau yang berpremis tidak memenuhi syarat. Dalam suatu
pernyataan kesalahan yang terjadi mungkin mengenai gagasannya, mengenai
struktur kalimatnya, atau cara penarikan simpulannya. Kesalahan gagasan belum
tentu salah nalar atau kesalahan logika.
Perhatikan
contoh berikut.
1)
Pak
Samsul bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus lebih dari
sepuluh persen.
2)
Kami
sudah sepakati akan dikerjakan pada sore hari.
3)
Kebanyakan
orang Indonesia berdoa untuk Taufik Hidayat, karena itu ia menang dalam pertandingan
itu.
4)
Tanya
saja pada rumput yang bergoyang.
Salah nalar deduksi terjadi karena: pada
(1) dasar penarikan simpulannya yang salah; pada (2) struktur yang tidak sesuai
dengan kaidah (yang sesuai adalah: Sudah kami sepakati akan
dikerjakan pada sore hari); pada (3) cara penarikan simpulannya tidak sah
(tidak berterima); pada (4) kesalahan terjadi karena gagasannya yang salah
(tidak berterima dari segi logika semantik).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penalaran merupakan proses penafsiran
data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar
itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta
yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian
ini disebut salah nalar. Salah nalar terjadi karena kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan
tepat. Salah nalar ialah gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau
sesat. Salah nalar sendiri terbagi menjadi 2 yaitu salah nalar induktif dan salah nalar
deduktif. Untuk menghindari penalaran yang salah kita harus lebih teliti dan
memahami agar kesimpulan kita itu sesuai dengan data(fakta) yang ada. Cara
menarik simpulan bisa dilakukan dengan dua cara, yakni penarikan simpulan
secara langsung dan penarikan simpulan secara tidak langsung.
3.2
Saran
Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan
untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang
telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau
induktif, akan mempengaruhi terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam
menghadapi suatu masalah atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses
penalaran ini harus kita ketahui dan harus pahami dengan sebenar-benarnya.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Bahasa Indonesia
Modul 1 : Direktorat Jendral Pendidikan Islam
(Anderson, Neil.
2003. "Reading" dalam Practical English Language Teaching Reading.
David Nunan
(ed.). New York: McGraw Hall.
Harmer, Jeremy.
2001. The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson
Education
Limited.
Kemahiran
Membaca.
Diakses di http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik
Soedarso.
(1999). Teknik Membaca Cepat. Jakarta: Gramedia. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar