Minggu, 05 April 2015

Penalaran



MAKALAH PENALARAN










Disusun Oleh :
Fajar Sodhiq Fadhillah
(12112729)
Kelas :
3 KA 36















KATA PENGANTAR
Sebelumnya saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada saya. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan, dan kerja keras, saya kerahkan seluruh upaya demi mewujudkan keinginan ini.
Semoga makalah ini dapat memenuhi kewajiban saya dalam tugas Bahasa Indonesia 2 dengan materi tentang Penalaran yang sangat berguna menambah wawasan dalam pengetahuan tentang cara berfikir.
Tiada gading yang tak retak. Penulis sadar bahwa penulisan ini jauh dari kata sempurna, karena penulis masih dalam tahap pembelajaran dan butuh banyak ilmu pengetahuan lagi untuk menjadi lebih baik. Penulis mohon saran dan kritik yang konstruktif selalu untuk pengambangan menuju kesempurnaan.

Hormat Saya
Penulis    
      
















DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                                    
Daftar Isi                                                                                                                               
BAB I PENDAHULUAN                                                                                                   
            1.1    Latar Belakang
            1.2     Permasalahan                                                                                                
            1.3    Tujuan penulisan                                                                   
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                     
           2.1       Pengertian Penalaran                                                                         
           2.2        Penalaran Induktif dan Deduktif
           2.2.1   Penalaran Induktif
           2.2.2   Penalaran Induktif yang salah
           2.2.3   Penalaran Deduktif
           2.2.4   Menarik Kesimpulan Secara Langsung
           2.2.5   Menarik Kesimpulan Secara Tidak Langsung
           2.2.6   Kesalahan Penalaran Deduktif

BAB III PENUTUP                                                                                                            

          3.1     Kesimpulan   
          3.2     Saran                                                                                                


BAB IV DAFTAR PUSTAKA                                                                  


















BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang

Penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpuan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Dalam pernyataan-pernyataan itu terdiri dari pengertian-pengertian sebagai unsurnya yang antara pengertian satu dengan yang lain ada batas-batas tertentu untuk menghindarkan kekabutan arti.

Penalaran merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran. Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali, kelihatan masuk akal padahal sebenarnya tidak.

Penalaran sendiri ada 2 macam, yaitu penalaran induktif dan deduktif. Didalam penalaran induktif sendiri ada 3 macam penalaran yang akan dibahas yaitu penalaran Generalisasi, Analogi, dan Hubungan Kasual. Untuk penalaran deduktif yang akan dibahas yaitu

1.2.   Permasalahan
·         Apa itu penalaran?
·         Apa itu penalaran Induktif dan Deduktif?
·         Apa itu penalaran yang salah?

1.3.   Tujuan Penulisan
·         Mahasiswa mengerti apa itu penalaran.
·         Mahasiswa mengerti apa itu penalaran induktif dan deduktif.
·         Mahasiswa dapat mengerti dengan jelas mengenai penalaran yang salah.














BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    PENGERTIAN PENALARAN
Saudara, apakah yang Anda bayangkan ketika mendengar kata penalaran? Ya, penalaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir untuk menghubunghubungkan data atau fakta sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Penalaran dalam hal ini merupakan proses pemikiran untuk memperoleh simpulan yang logis berdasarkan bukti (data) yang relevan. Penalaran merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Dalam logika hal ini disebut kesesatan penalaran. Kesesatan penalaran dapat tejadi karena yang sesat seringkali, kelihatan masuk akal padahal sebenarnya tidak.
Contoh:
Semua pegawai negeri adalah penerima gaji.
Semua pegawai swasta adalah penerima gaji.
Jadi, pegawai negeri adalah pegawai swasta.

Contoh lain:
1. Saya terlambat karena tinggal di Bogor.
Kelihatannya hal ini masuk akal. Akan tetapi kalau hal ini dibenarkan, orang ini
akan terlambat terus.
2. Jika mau mengerti kenakalan remaja maka kita harus pernah mengisap narkotika.
3. Hidup ini harus kita nikmati dengan gembira oleh sebab itu harus banyak kali
kita ke 'night club' dan Binaria.
Kalimat 2 dan 3 juga kelihatannya masuk akal tetapi penalaran ini sesat, salah nalar. Kesesatan penalaran atau salah nalar sebagaimana diuraikan di atas disebut kesesatan atau kesalahan formal. Kata salah nalar yang dikemukakan itu terjadi karena si penalar tidak mengetahui atau tidak mengerti kesalahan atau kesesatannya, penalaran itu disebut pralogis. Kalau salah nalar itu dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan orang lain, maka ini disebut sofisme. Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesatuan penalaran formal terjadi karena bentuk penalarannya tidak tepat atau karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika. Selain kesalahan formal dikenal pula kesalahan informal. Kesalahan informal disebabkan oleh kesalahan bahasa. Kesalahan bahasa terjadi karena kata-kata dalam satu bahasa dapat memiliki arti yang berbeda-beda. Setiap kata dalam kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan.

Contoh:
1.    Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah.
Jadi, tiap pagi pasukan mengadakan buah.
2.    Sifat abadi adalah sifat illahi.
Johny adalah mahasiswa abadi.
Jadi, Johny adalah mahasiswa yang bersidat abadi.
3.    Mahasiswa yang duduk di atas meja yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau meja?
2.2     PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
2.2.1  Penalaran Induktif
Penalaran induktif dibedakan dari penalaran deduktif berdasarkan prosesnya. Penalaran ilmiah merupakan sintesis antara deduktif dan induktif. Secara formal proses induktif (induksi) adalah proses penalaran untuk sampai pada keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum maupun khusus berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses induksi ini dibedakan atas: generalisasi, analogi, dan hubungan sebab akibat. Di dalam penelitian ada yang menggunakan istilah induktif sebagai metode. Metode penalaran induktif di dalam penelitian pada umumnya dilaksanakan melalui langkah (1) pengamatan data, (2) wawasan atas struktur data, (3) perumusan hipotesis, dan (4) pengujian hipotesis. Metode induktif berbeda dari metode deduktif yang dilaksanakan dengan merumuskan hipotesis terlebih dahulu, kemudian mengujinya dengan data. Kedua metode ini dapat digunakan secara bergantian di dalam bidang tertentu, bergantung pada cara penalaran yang akan digunakan terlebih dahulu.

a.      Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan  tertentu untuk memperoleh simpulan yang bersifat umum. Proses penalaran ini berdasarkan atas pengamatan sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik simpulan terhadap semua atau sebagian gejala yang sama. Proses ini cenderung dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat golongan tertentu didapatkan dari perampatan ini, seperti pada: orang Indonesia peramah. Simpulan yang kita tarik dari gejala-gejala tersebut dianggap sahih jika memenuhi syarat, antara lain: (1) jumlah data cukup memadai, (2) data harus mewakili keseluruhan, dan (3) pengecualian harus dipertimbangkan sebagai variabel data.

Syarat (1) mengacu kepada beberapa jumlah data yang cukup memadai. Sampai saat ini belum ada jawaban pasti. Sensus cenderung menghasilkan data simpulan induktif yang sempurna. Gejala yang sama tidak selamanya ada, sehingga terpaksa kita melakukan perampatan berdasarkan sebagian gejala (data) yang diamati. Jumlah gejala yang diamati ditentukan dulu sifat-sifatnya secara keseluruhan atau sebagian yang akan dikenai perampatan (homogeny atau heterogen). Kekurangan jumlah gejala yang diamati akan menimbulkan kekeliruan perampatan (terlampau luas). Pernyataan orang Indonesia peramah, atau orang Barat egois, didasarkan pada pengamatan terhadap satu orang atau lebih yang kebetulan kita kenal. Dengan demikian generalisasi ini termasuk salah nalar induktif generalisasi atau perempatan).

Syarat (2) mengacu kepada apakah data yang diamati mewakili keseluruhan atau sebagian yang akan dikenai perampatan. Sampel yang akan diamati harus mewakili populasinya agar dapat memenuhi persyaratan, kita harus memilih sampel yang tepat. Sampel yang keliru akan menyesatkan simpulan. Syarat (3) pengecualian harus dipertimbangkan agar jangan terlalu banyak pengecualian. Jika pengecualian terlalu banyak tidak mungkin terjadi perampatan. Dalam hal ini hindari penggunaan kata seperti populasinya agar dapat memenuhi persyaratan, kita harus memilah sampel yang tepat. Sampel yang keliru akan menyesatkan simpulan. Syarat (3) pengecualian harus dipertimbangkan agar jangan terlalu banyak. Dalam hal ini hindari penggunaan kata seperti: setiap atau semua. Gunakanlah ekspresi seperti: cenderung, pada umumnya, rata-rata, dan pada mayoritas kasus yang diamati.

Contoh:
Perak adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.
Timah adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.
Emas adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.
Alumunium adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.
Besi adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.
Platina adalah jenis logam, bila dipanaskan akan memuai.


Dari peristiwa-peristiwa itu dapat diterik kesimpulan, bahwa: semua logam bila dipanaskan akan memuai.

b.      Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang didasarkan kepada cara membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kita dapat membandingkan sesuatu dengan yang lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduanya. Kita dapat membuat perbandingan dalam rangka mengetahui suatu benda dari benda lainnya. Perbandingan tersebut hanya menjelaskan berdasarkan persamaan benda itu. Hasilnya tidak memberikan simpulan atau pengetahuan yang baru. Perbandingan demikian disebut analogi penjelas (deklaratif). Analogi induktif tidak hanya sekedar mencari persamaan, tetapi analogi induktif menarik simpulan dari kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus yang lain, yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama. Di dalam analogi induktif cirri-ciri esensial dari persamaan berhubungan erat dengan simpulan. Sebagai contoh analogi induktif adalah bentukan kosakata yang diambil dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kosakata bahasa Inggris yang berakhir dengan -ate seperti real estate menjadi realestate adalah analog dengan chocolate menjadi coklat atau conglomerate menjadi konglomerat. Simpulan yang ditarik dari analogi induktif tersebut adalah kata asing (bahasa Inggris) yang berakhir dengan -ate, polanya adalah/ ate/ - /at/. Simpulan tersebut valid (shahih) karena yang dipakai sebagai dasar simpulan/ ate/ merupakan cirri esensial yang berhubungan erat dengan simpulan / at/. Perhatikan pula contoh berikut.
[1] Susan lulusan sekolah A.
[2] Ia dapat bekerja dengan baik.
[3] Ahmad lulusan sekolah A.
[4] Oleh karena itu, Ahmad dapat bekerja dengan baik.

Penalaran secara analogi antara lain digunakan untuk:
a) meramalkan kesamaan,
b) menyingkap kekeliruan,
c) menyusun klasifikasi (pemilihan).
            
Analogi deklaratif dapat juga menjelaskan bahwa manusia makhluk imitasi (peniru). Pernyataaan tersebut dibuktikan dengan adanya peniruan benda-benda tertentu dari perilaku binatang. Misalnya pesawat terbang ditiru dari burung, manusia menggunakan akalnya agar ada alat yang bsia terbang untuk membuat dunia jadi dekat. Penciptaan robot yang bertingkah laku seperti manusia, dapat mengurangi tenaga manusia. Robot analog dengan manusia dalam mengerjakan sesuatu.



c.        Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah proses penalaran yang didasarkan pada gejala yang saling berhubungan sebab akibat. Menurut prinsip umum, hubungan kausal itu selalu ada penyebabnya. Penarikan simpulan yang salah terjadi karena proses penarikan simpulan yang tidak berhubungan. Contohnya orang menghubungkan suatu gejala alam dengan supernatural, seperti pada saat Gunung Galunggung meletus dianggap sebagai kutukan atau kemarahan kekuatan gaib.

2.2.2. Penalaran Induktif yang salah
Penalaran yang salah berupa gagasan, pikiran, kepercayaan, atau simpulan yang keliru atau sesat, karena seseorang tidak mengikuti tata cara berpikir dengan tepat. Ada penalaran yang salah secara deduktif adalah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah atau yang berpremis tidak memenuhi syarat (lihat pula bab sebelumnya Penalaran deduktif yang salah). Lain halnya dengnan penalaran induktif yang salah, karena: (1) perampatan terlampau luas. Pernyataan seperti orang Indonesia pemalas, termasuk kesalahan penalaran induktif, karena masih banyak orang Indonesia yang rajin. (2) bersumber pada hubungan sebab akibat yang salah. Kesalahan ini sering dijumpai di dalam wacana iklan, seperti pada contoh berikut. Larutan ini menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat, dan bibir pecah-pecah.
Kesalahan penalaran terjadi karena penutur tidak cermat dalam mengungkapkan kesejajaran rincian, dan kesalahan logika. Perhatikan contoh tersebut, kita bisa menghilangkan jenis penyakit, tetapi pada rincian kedua terakhir tidak logis, bagaimana larutan itu menghilangkan hidung tersumbat, demikian juga untuk menghilangkan bibir pecah-pecah. Siapa yang mau kehilangan hidung tersumbat, atau bibir meskipun pecah-pecah.
Kesalahan penalaran induktif dapat pula berupa kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan ciri esensial simpulan yang ditarik. Kesalahan perampatan terjadi antara lain karena jangkauan perampatannya terlalu luas. Perhatikanlah contoh-contoh berikut dengan berbagai kesalahan penalaran induktif.
1)      Generalisasi yang terlalu luas, seperti pada:
a)    Orang Indonesia itu malas bekerja.
b)   Orang bodoh suka menyuap.
2)      Salah penilaian terhadap penyebaban, seperti pada:
a)    Orang itu meninggal dalam tahanan, ia meninggal karena ditahan.
b)   Pemakaian gelang akar bahar menyembuhkan penyakit encok.
c)    Taufik Hidayat menjadi juara, karena kita menyertakan doa baginya.
3)      Analogi yang salah biasanya digunakan untuk mengembangkan paragraf. Contoh analogi yang salah sebagai berikut. Negara ibarat kapal yang sedang berlayar menuju suatu tujuan. Jika nakhoda harus memungut suara setiap kali ia ingin menentukan arahnya, kapal itu sukar mencapai tujuannya. Oleh karena itu, demokrasi dalam tata negara gagal.
4)      Penyampingan masalah. Salah nalar ini terjadi jika: (a) argumentasi tidak mengenai pokok masalah, (b) pokok masalah ditukar dengan pokok lain, dan (c) keluar dari garis pembicaraan semula. Perhatikanlah contoh berikut.
a)    Jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin tidak mungkin terjadi karena UUD 1945 menetapkan asas kekeluargaan untuk ekonomi kita.
b)   Humor Indonesia itu berpangkal pada kedunguan, karena orang Indonesia tidak mengenal humor.
c)    Perencanaan keluarga tidak perlu dilakukan, karena Kalimantan masih kosong.
5)      Pembenaran masalah melalui masalah sampingan, seperti pada contoh:
a)    Orang diperbolehkan korupsi, karena para pejabat juga melakukannya.
b)   Pegawai tidak perlu datang pada waktunya, karena atasannya juga sering terlambat.
6)      Argumentasi ad-homonem. Salah penalaran yang terjadi jika dalam berargumentasi kita melawan orangnya dan bukan masalahnya. Hal seperti itu banyak digunakan dalam dunia politik. Contoh:
a)    Usul perbaikan itu tidak perlu ditanggapi, karena pengusulnya berasal dari golongan ekstrem. 
b)   Kepemimpinannya diragukan karena ia mempunyai banyak mobil dan rumah mewah.
7)       Imbauan yang didasarkan pada keahlian yang diragukan, seperti pada:
a)    Menurut pendapat para bintang film, perkembangan politik dewasa ini cukup mengerikan.
b)   Pembicaraan mengenai ekonomi kita dewasa ini dapat dilandaskan kepada pendapat Gusdur.
8)       Nonsequiter (simpulan yang ditarik berdasarkan premis yang tidak atau hampir tidak ada sangkut pautnya). Contoh.
a)    Astra merupakan pembuat mobil terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, mobil Toyota yang dihasilkan adalah mobil terbaik.
b)   ICMI merupakan kelompok yang paling banyak cendikiawannya. Oleh karena itu, usul-usulnya paling bermutu.
c)    Pak Ramli sering membentak-bentak. Bayangkan saja bagaimana ia menghukum anaknya di rumah.
9)      Pemikiran atau ini, atau itu (melihat masalah yang rumit dari dua sudut pandang yang bertentangan), seperti pada:
a)    Para petani harus bersekolah supaya lebih terampil.
b)   Seorang komunis akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
c)    Kita harus memilih antara demokrasi atau diktator.

Kesalahan penalaran ini dapat diamati melalui pernyataan-pernyataan. Kesalahan tersebut dapat berupa kesalahan struktur, gagasan, atau penalaran, seperti dinyatakan terdahulu. Kesalahan penalaran dapat berupa kesalahan deduktif atau induktif. Kesalahan induktif yang sering terjadi karena kesalahan perampatan yang terlalu luas, analogi yang salah, dan kesalahan penilaian hubungan sebab akibat. Kesalahan deduktif terjadi karena antara lain terem mayor yang tak dibatasi,
kesalahan terem penengah, dan kesalahan dua premis yang negatif.
Di dalam penulisan hasil penelitian sebagai karya ilmiah kita terikat akan konsep yang akan diungkapkan dalam bentuk kata atau kelompok kata. Memberikan batasan pada konsep itu sendiri berarti kita menyusun suatu definisi. Definisi ini bermacammacam, ada definisi nominal (biasa digunakan di dalam kamus dibatasi dengan sinonimnya atau keterangan tentang suatu kata atau etimologi kata); formal (definisi logis batasan ilmiah yang kerap kali digunakan dalam karangan ilmiah digunakan prinsip-prinsip klasifikasi kompleks); operasional (definisi yang memuat apa yang
harus diukur dan bagaimana mengukurnya); dan luas (uraian panjang lebar diperlukan jika definisi berhubungan dengan suatu konsep yang rumit).


2.2.3        Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal atau gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut, kita dapat menarik simpulan tentang suatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala. Penalaran deduktif begerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. Salah satu contoh adalah tentang sifat mamalia. Sifat mamalia pada umumnya: berdarah panas, bernafas dengan paru-paru, dan melahirkan anaknya. Ketika untuk pertama kali ikan pesut (lumba-lumba air tawar dari sungai Mahakam) ditemukan, dari ciri-ciri fisiknya ditentukan bahwa binatang itu termasuk melahirkan anaknya.
Pengetahuan tentang sifat mamalia pada umumnya merupakan dasar untuk  menarik simpulan. Pernyataan dasar seperti itu di dalam logika disebut premis (= pernyataan dasar). Penalaran deduktif menarik simpulan berdasarkan atas premis. Penarikan simpulannya secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat itu membedakan penalaran deduktif dari penalaran induktif (simpulannya tidak tercantum di dalam premis). Sifat tersebut menunjukkan bahwa di dalam penalaran deduktif suatu simpulan akan sahih jika premisnya benar. Di dalam penalaran induktif kita tidak dapat menentukan kebenaran atau kesahihan simpulan dengan cara tersebut. Berdasarkan cara menarik simpulan dengan penalaran deduktif ada dua macam:
a)  Menarik simpulan secara langsung dari satu premis. Hal tersebut dapat dilakukan melalui:
[1] konversi,
[2] obversi, dan
[3] kontraposisi;
b)   Menarik simpulan secara tak langsung, dengan cara:
[1] silogisme;
[2] entimem.

2.2.4        MENARIK SIMPULAN SECARA LANGSUNG
Di dalam menarik simpulan secara langsung ada tiga klasifikasi, yaitu konversi, obverse, dan konrtaposisi.

a. Konversi
Konversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan cara
mempertukarkan term-term sebuah proposisi, perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem yang lain, misalnya menempatkan term subjek di tempat term predikat, atau sebaliknya. Contoh:
Beberapa pejabat adalah orang-orang jujur (premis)
Kesimpulan : beberapa orang jujur adalah pejabat.
b. Obversi
Obversi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung dengan  menyangkal lawan dari suatu proposisi positif. Dikatakan pula sebagai metode berpikir langsunguntuk mencari kebenaran baru berdasarkan suatu keputusan yang telah ada. Contoh:
Semua mahasiswa adalah orang-orang intelek. (premis)
Kesimpulan :
(1) Tak ada mahasiswa adalah orang-orang yang tak intelek.
(2) Tak ada yang tak intelek adalah mahasiswa.
c. Kontraposisi
Kontraposisi adalah sejenis penarikan kesimpulan secara langsung yang Berturut -turut melalui proses obversi, konversi, dan sekali lagi obversi. Dapat dikatakan sebagaiperbedaan posisi dalam menarik simpulan dari satu premis.
Contoh:
Semua pelaut adalah orang rajin.
Kesimpulan:
(1) Tak ada pelaut adalah orang tak rajin. (obverse terhadap premis).
(2) Tak ada orang tak rajin adalah pelaut (konversi terhadap kesimpulan).
(3) Semua orang tidak rajin adalah bukan pelaut. (obversi lagi terhadap kesimpulan (2)).

Kesimpulan kontraposisi:
Semua orang tidak rajin adalah bukan pelaut.
Contoh lain
1) Premis : Tidak seorang pun pejabat adalah pencuri
Simpulan :
[1] konversi : Tidak seorang pun pencuri adalah pejabat.
[2] obversi : Semua pejabat adalah bukan pencuri
[3] kontraposisi: Sebagian bukan pencuri adalah pejabat.
Atau
2) Premis : Sebagian yang bercahaya adalah bintang.
Simpulan :
[1] konversi : Sebagian bintang (adalah) bercahaya
[2] obverse : semua yang bercahaya (adalah) bintang.
[3] kontraposisi: Sebagian bukan bintang adalah bercahaya.


2.2.5   MENARIK SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG
A.   Silogisme (Premis/Terem dan Proposisi)
Di dalam penalaran deduktif cara menarik simpulan dapat secara langsung dan tidak langsung. Menarik simpulan secara tidak langsung dapat berupa silogisme dan entimen. Silogisme sendiri merupakan suatu penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang dilakukan dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kita lebih sering mengikuti polanya saja. Silogisme terdiri atas tiga kalimat. Kalimat pertama merupakan pernyataan umum yang disebut premis mayor. Predikat di dalam premis mayor disebut terem mayor. Kalimat kedua merupakan pernyataan dasar khusus yang disebut premis minor. Predikat pada premis minor disebut terem penengah. Kalimat ketiga merupakan simpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan premis minor.
Subjek pada simpulan merupakan terem minor. Terem penengah menghubungkan teremminor dan tidak boleh terdapat pada simpulan. Terem adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi S(ubjek) atau P(redikat) di dalam kalimat logika. Perhatikanlah contoh.
Saya tidak menyukai tokoh X karena pandangannya terlalu kolot.
Bentuk formalnya adalah:
[1] Saya tidak menyukai semua yang berpandangan terlalu kolot.
[2] Tokoh X terlalu kolot pandangannya.
[3] karena itu saya tidak menyukai tokoh X.
Kalimat [1], [2], dan [3] pada contoh tersebut merupakan proposisi di dalam logika. Proposisi merupakan kalimat logika yang berisi pernyataan tentang hubungan antara dua terem. Dari kualitasnya hubungan itu mungkin berisi pembenaran (positif) yaitu menyatakan adanya hubungan terem-terem, atau bersifat pengingkaran (negatif), artinya menyatakan tidak adanya hubungan antara terem-terem itu.
B.            Entimem
Silogisme jarang kita temukan di dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dalam wujud tulisan. Bentuk yang biasa kita temukan adalah bentuk entimem.
Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme yang salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena telah diketahui bersama. Entimem diketahui pula sebagai silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu telah diketahui secara umum. Silogisme dapat dijadikan entimen, dan entimem dapat dijadikan silogisme. Perhatikan contoh berikut.
(1)     [1] Semua sarjana adalah orang cerdas.
[2] Roni adalah seorang sarjana.
[3] Jadi, Roni adalah orang cerdas.
Bandingkan dengan
(2) Roni adalah orang cerdas karena ia (adalah) seorang sarjana.
Atau dari entimen menjadi silogisme, seperti pada contoh berikut.
(1) Saya telah melahirkan anak ini, karena itu saya berkewajiban merawatnya. menjadi
(2)     [1] Semua perempuan melahirkan anak.
[2] Saya perempuan.
[3] Jadi, saya melahirkan anak.
atau
(3)     [1] Semua yang melahirkan anak berkewajiban merawatnya.
[2] Saya melahirkan anak.
[3] Jadi, saya berkewajiban merawatnya.
Perhatikanlah ada premis yang dihilangkan, yakni premis mayor, karena telah diketahui bersama. Premis mayor ini tidak diungkapkan, karena telah diketahui bersama, sehingga entimen terdiri atas dua kalimat, seperti pada contoh di atas, yakni:
(4)     [1] Saya telah melahirkan anak ini.
[2] (karena itu) saya berkewajiban merawatnya.
Simpulan ditandai dengan diksi: karena itu pada contoh tersebut. Di dalam simpulan antara lain digunakan diksi: (oleh) karena itu, dengan demikian, jadi, dan maka.

2.2.6. KESALAHAN PENALARAN DEDUKTIF
Di dalam penalaran deduktif simpulan ditarik berdasarkan pernyataan dasar yang berlaku umum, seperti teori, hukum/undang-undang, kaidah, peraturan. Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif formal yang terdiri atas tiga proposisi (premis mayor, minor, dan simpulan).
Di dalam silogisme hanya ada tiga terem (mayor, minor, dan penengah). Pemahaman tersebut harus kita pegang agar tidak terjadi salah nalar. Salah nalar deduksi sebagai akibat dari gagasan, pikiran, atau simpulan yang keliru. Hal tersebut terjadi karena tidak mengikuti tata cara berpikir/bernalar dengan tepat.
Deduksi yang salah adalah simpulan yang salah dalam silogisme yang berpremis salah satu atau yang berpremis salah atau yang berpremis salah atau yang berpremis tidak memenuhi syarat. Dalam suatu pernyataan kesalahan yang terjadi mungkin mengenai gagasannya, mengenai struktur kalimatnya, atau cara penarikan simpulannya. Kesalahan gagasan belum tentu salah nalar atau kesalahan logika.
Perhatikan contoh berikut.
1)   Pak Samsul bukan dosen yang baik, karena mahasiswa yang tidak lulus lebih dari sepuluh persen.
2)   Kami sudah sepakati akan dikerjakan pada sore hari.
3)   Kebanyakan orang Indonesia berdoa untuk Taufik Hidayat, karena itu ia menang dalam pertandingan itu.
4)   Tanya saja pada rumput yang bergoyang.
Salah nalar deduksi terjadi karena: pada (1) dasar penarikan simpulannya yang salah; pada (2) struktur yang tidak sesuai dengan kaidah (yang sesuai adalah: Sudah kami sepakati akan dikerjakan pada sore hari); pada (3) cara penarikan simpulannya tidak sah (tidak berterima); pada (4) kesalahan terjadi karena gagasannya yang salah (tidak berterima dari segi logika semantik).

































BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Penalaran merupakan proses penafsiran data (fakta) sebagai dasar untuk menarik simpulan. Data atau fakta yang dinalar itu seharusnya benar tetapi biasanya juga tidak benar. Apabila data atau fakta yang dinalar tidak benar maka hasil penalarannya juga tidak benar. Hal demikian ini disebut salah nalar. Salah nalar terjadi karena kita tidak mengikuti tata cara pemikiran dengan tepat. Salah nalar ialah gagasan, perkiraan atau simpulan yang keliru atau sesat. Salah nalar sendiri terbagi menjadi 2 yaitu  salah nalar induktif dan salah nalar deduktif. Untuk menghindari penalaran yang salah kita harus lebih teliti dan memahami agar kesimpulan kita itu sesuai dengan data(fakta) yang ada. Cara menarik simpulan bisa dilakukan dengan dua cara, yakni penarikan simpulan secara langsung dan penarikan simpulan secara tidak langsung.

3.2    Saran
Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita ketahui dan harus pahami dengan sebenar-benarnya.


















BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Bahasa Indonesia Modul 1 : Direktorat Jendral Pendidikan Islam
(Anderson, Neil. 2003. "Reading" dalam Practical English Language Teaching Reading.
David Nunan (ed.). New York: McGraw Hall.
Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Harlow: Pearson
Education Limited.
Kemahiran Membaca. Diakses di http://mahirkb.tripod.com/olehbaca.htm#Teknik
Soedarso. (1999). Teknik Membaca Cepat. Jakarta: Gramedia. )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar